Skip to main content

ADAT PERNIKAHAN DALAM BUDAYA MANDAR



Untuk perkawinan di daerah Mandar secara umum, garis besarnya melalui 14 fase yaitu :
·         Massulajing
·         Messisi'
·         Mettumae
·         Mambottoi Sorong
·         Maccanring
·         Ma'lolang
·         Mappadai Balaja
·         Mappasau
·         Pallattigiang
·         Mambawa Pappadupa
·         Matanna Gau
·         Nilipo
·         Mandoe Bunga
·         Marola

1)    Massulajing
Massulajing artinya mencalonkan dan mencocokkan antara dua orang yang akan di persunting. Fase ini dilakukan oleh orang tua si lelaki berssama keluarga terdekat. Ini bermakna saling menghargai antara keluarga dan merupakan isyarat bahwa pengurusan dan seluruh tanggung jawab akan menjadi tanggung jawab bersama.
2)    messisi’ atau Mammanu’manu 
messisi’ adalah langkah permulaan yang berfungsi sebagai pembuka jalan dalam rangka pendekatan pihak laki-laki terhadap pihak wanita. Tugas ini biasanya dilakukan oleh satu atau dua orang diambil dari orang-orang yang kedudukannya dapat menengahi urusan ini. Artinya dia ada hubungan keluarga dengan wanita dan juga ada hubungan kelurga dengan pihak pria.
Sifat kunjungan Messisi’ ini sangat rahasia. Sedapat mungkin pihal lain tidak mengetahuinya. Ada 2 hal yang ingin dicapai dalam kerahasian ini: 
·          Jika gagal pihak laki-laki tidak merasa malu.
·          Untuk mencegah pihak lain yang ingin menghalangi hubungan ini.
Inti pembicaraan pada fase ini hanya menanyakan:
·          Apakah si gadis……sudah ada yang meminang ?
·          Apakah si………..anak dari si…….., dapat menerima jika datang melamar?
3)    Mettumae atau Ma’duta
Mettumae atau ma’duta ialah mengirim utusan untuk melamar, merupakan proses lanjutan utuk lebih memastikan dan membuktikan hasil yang dicapai pada fase mammanu’-manu. Duta artinya utusan tediri dari bebrapa pasangan suami istri yang biasanya dari keluarga dekat, pemuka adat dan penghulu agama dengan berbusana secara adat. 
Pada fase ini biasanya berlangsung ramai karena disini para utusan berkesempatan menyampaikan maksudnya secara simbolik melalui puisi atau ‘kalinda’da mandar’. Untuk fase ini contoh kalinda’danya sebagai berikut :

Pihak laki-laki :
"Poleang me’oro candring 
Dileba turunammu 
Tandai mie’
Kalepu di batammu."

Artinya : 
“Kami datang duduk menduta
Dikampung halamanmu 
Suatu tanda 
Cinta kami kepadamu”.

Jawaban pihak wanita :
Uromai pepolemu 
Utayang pe’endemu 
Maupa bappa 
Anna mala sambasse

Artinya :
“ Kedatanganmu kami jemput 
Kutunggu maksud hatimu 
Semoga beruntung 
Kehendak kita dapat bertemu”

Sampai pada kalimat terakhir yaitu 

Pihak laki-laki :
Beru-beru dibanyammu
Pammasse’i appanna
Diang tumani 
Tau laeng mappuppi”.

Artinya : 
Kembang melati dalam rumahmu 
Kuat-kuat pagarnya 
Jangan sampai ada 
Orang lain yang memetiknya

Jawaban dari pihak wanita : 

Beru-beru di boya’i
Masse’ banggi appanna
Takkala ula 
I’o nammabuai” 

Artinya : 
“ kembang melati dirumah kami 
Pagarnya cukup kuat 
Kami sepakat 
Engkaulah yang membukanya”.

Menyimak jawaban terkhir dari pihak wanita menendakan bawa lamaran diterima. Dengan demikian fase berikutnya yaitu: “Mambottoi Sorong”. Ketentuan utama dari fase ma’duta adalah : 
·         Pihak laki-laki harus membawa uang yang di sebut “pamuai ngnga yaitu uamh pembuka mulut” 
·         Segala bahan konsumsi ditanggung oleh pihak laki-laki, dan diantar ke pihak wanita bersamaan pemberitahuan hari mambotoi sorong.
4)    Mambottoi Sorong 
Sorong atau mas kawin adalah sesuatu yang memiliki nilai moral dan material yang mutlak ada dalam suatu perkawinan. Tanpa adanya mas kawin, perkawianan dianggap tidak sah menurut aturan adat maupun menurut syariat Islam.
Sedang menurut adapt istiadat suku Mandar, “sorong” adalah gambaran harga diri dan martabat wanita yang ditetapkan menurut aturan adat yang disahkan oleh hadat yang tidak boleh diganggu gugat atau ditawar-tawar naik turunnya. Seorang ini adalah milik si wanita yang harus diangkat oleh si pria menurut strata si wanita itu sediri. Sampai saat sorong didaerah mandar dikenal lima tingkatan :
a.       Sorong bagi anak raja yang berkuasa menggunakan istialah “Tae” yang nilai realnya berfariasi : 
· Satu tae balanipa nilainya 4 real 
· Satu tae sendana nilainya 3 real 
· Satu tae banggae nilainya 2½ real 
· Satu tae pamboang nilainya 2½ real 
· Satu tae tappalang nilainya 2½ real 
· Satu tae mamuju nilainya 2½ real 
· Satu tae binuang nilainya 2½ real 
b.      Sorong anak bangsawan 180 dan 300 real 
c.       Sorong Tau anak pattola hadat bisa 120 atau 160 real . Jika sedang berkuasa menjadi anggota hadat bisa 200 real.
d.      Sorong tau samar (orang biasa), 60 dan 80 real 
e.       Sorong to batua (budak), 40 real kemudian sorongnya diambil oleh tuannya.
Semenjak suku mandar, Bugis, Makasar, dan Toraja itu lahir di Sulawesi selatan, telah lahir dan berkembang pula budaya dan adat-istiadat yang mendasari dan mengatur kegiatanya masing-masing. 
Bila kegiatannya dilakukan dengan suku yang sama maka tidak akan ada masalah. Kalaupun ada masalah penyelesaiannya mudah karena sama-sama berpegang pada budaya dan aturan adat yang sama. Tetapi bila kegiatan itu, masalnya perkawinan dilakukan oleh suku yang berlainan maka timbul masalah tentang budaya dan aturan adat mana yang akan mendasari perkawianan tesebut.
Jika kedua belah pihak bersikeras ingin menerapkan budayanya masing-masing, maka perkawinan yang seharusnya terlaksana dengan baik, bisa menjadi batal. Yang demikian ini banyak terjadi bagi yang belum mengetahui kesepakatan “aturan adat” di sulawesi selatan yang diletakkan oleh tiga bersaudara yaitu I-TabittoEng Balanipa (Mandar), La Palangki Aru Palakka (Bugis) dan I-Rerasi Gowa (Makassar) sekitar tahun tahun 1460 M yang isinya dalam bahasa Indonesia : 
“Orang Mandar dan orang Gowa pergi ke Bona, maka Bonelah dia; orang Mandar dan orang Bone pergi ke Gowa maka Gowalah dia; jiak orang Gowa dan orang Bone pergi ke Manar, maka Mandarlah dia”
Ini mengandung pengertian bahwa orang Mandar dan orang Gowa (Makassar) yang berada di Bone (Bugis) harus menggunakan atau memakai adat-istiadat Bone (Bugis) dan sebaliknya seterusnya 
Jika pria Gowa (Makassar) akan melamar wanita Mandar, menurut adat harus datang melamar di Bandar. Karean acara ini dilakukan di Mandar (dalam lingkungan pihak wanita) maka sesuai kesepakatan adat di Sulawesi Selatan yang harus mendasari pelamaran, perkawinan dan seluruh rangkaiannya adalah budaya dan adat-istiadat Mandar, termasuk “sorong” atau “mas kawin” dan sebaliknya seterusnya.
Meskipun ada aturan-aturan adat yang disepakati seperti tersebut diatas, jika ada perselisihan tentang hal ini masih ada jalan lain yang dibenarkan oleh aturan adat dan kaidah yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Sulawesi Selatan selama ini berbunyi :
Matindoi ada’mua’diang sasamaturuang
Artinya :
“Aturan-aturan adat (bisa) tidak berlaku bagi pihak-pihak yang ingin berdamai atau mencari kesepakatan lain yang baik”.
Mambottui sorong artinya memutuskan (menetapkan) mas kawin. Pada fase ini seluruh permasalahan yang berhubungan dengan persyaratan mas kawin dan pelaksanaannya telah dibicarakan dan diputuskan, utamanya mengenai sorong itu sendiri, belanja, waktu pelaksanan akad nikah, paccandring dan lain-lain.
Pada acara ini biasa berjalan ramai dan seru karena “sipappa soro-sorong” artinnya saling desak-mendesak untuk mengabulkan usul masing-masing. Dikatakan ramai karena usul ini biasanya dapat disampaikan secara simbolik dengan kalinda’da Mandar yang contohnya sebagai berikut :
Pihak laki-laki : 
“ Poleang ma’lopi sande 
Lima ngura sobalna 
Merandang jappo 
Mewalango ta’garang” 
Artinya :
“ Kami datang berperahu sande 
Lima urat kain layarnya 
Bertali-jangkar lapuk 
Jangkarnya juga sudah berkarat”
Satu hal yang harus diperhatikan dalam penyampaikan lamaran kepada pihak wanita yaitu kalinda’da yang digunakan harus yang bersifat merendah hati, tidak boleh menyombongkan diri karena bangsawan, karena kaya, karena pintar, dan lain-lainnya.
Jika tahap pambottuiangan sorong ini mencapai kesepakatan maka tahap selanjutnya dapat dilakukan.
5)    Membawa Paccanring 
Membawa paccandring adalah pernyataan rasa gembira oleh pihak laki-laki atas tercapainya kesepakatan tentang sorong dan besar belanja. Yang dibawa dominan buah-buahan segala macam dan sebanyak mungkin. Menurut kebiasaan, paccanring ini dibagi-bagikan kepada segenap keluarga dan tetangga, dan pengantarnya harus dengana arak-arakan.
6)    Ma’lolang 
Adalah perkunjuangan laki-laki bersama sahabat-sahabatnya kerumah wanita. Ini merupakan pernyataan resminya pertunangan dan perkenalan pertama laki-laki yang akan dikawinkan kepada segenap keluarga pihak wanita.
Yang dilakukanya antara lain mengadakan permainan musik Gambus, Kecapi dan lain-lain. Mengenai konsumsi dalam acara ini ditanggung sepenuhnya oleh pihak laki-laki.
7)    Mappadai Balaja 
Artinya pihak laki-laki mengantar uang belanjaan yang telah disepakati kepihak wanita dengan arak-arakan yang lebih ramai lagi. Ini dilakukan sebelum ‘mata gau’ dan diantar sesuai permintaan pihak wanita.
8)    Mappasau 
Dilakukan pada malam hari menjelang besoknya persandingan. Mappasau artinya mandi uap, dimaksudkan agar semua bau busuk yang yang mungkin ada pada mempelai wanita menjadi hilang.
Bahannya terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang disebut “daun bunga” sejenis daun pandan dan beberapa campuran rempah-rempah lainnya. Cara melaksanankan pappasaungan ini ialah, bunga dan campurannya berupa dedaunan yang harum baunya direbus dengan air sampai mendidih. Mulut belanga diberi bungkus kain dan di lubangi. Pada lubang tersebut dipasangi saluran saluran bambu. Si gadis menyelimuti tubuhnya engan kain setebal mungkin. Setelah si gadis mengeluarkan keringat dan dianggap sudah memadai selimut dibuka. Setelah itu sigadis dimandikan untuk membersikan sisa-sisa uap yang melekat pada badan si gadis. Sesudah itu selesailah acara Pappasaungan.
9)    Pallattigiang 
Pallatiang dalam suku Mandar ada 3 yaitu pellattigiang secara adat, pelattigiang adat oleh raja-raja, an pelattigiang secara pauli atau obat.
Pelaksanaan pelattigiang waktunya ada 2 macam : 
a.       Bersamaan dengan hari akad nikah
b.      Sehari sebelum akad nikah
Pelaksanaan pellattigiang secara adat harus berbusana lengkap dengan keris di pinggang, khusus pellattiang pauli (obat), busana dan kelengkapan lainnya bebas.
10)           Mambawa Pappadupa 
Adalah perkunjungan utusan pihak wanita ke rumah pihak laki-laki membawa “lomo masarri atau manyak wangi” dan busana yang akan dipakai pada saat akad nikah. Maksud utama dari padduppa ini adalah pernyataan kesiapan dan kesedian calon mempelai wanita untuk dikawinkan. Ini dilakukan pada malam hari, menuju esonya akan dinikahkan.
11)           Matanna Gau 
Merupakan puncak dari segenap acara yang ada dalam upacara perkawinan. Pada bagian ini dilakukan arak-arakan yang lebih ramai ari sebelumnya untuk mengantar calon mempelai pria kerumah calon mempelai wanita.
Ada dua hal pokok yang diantar, yaitu calon mempelai laki-laki dan mas kawin. Mas kawin dipantangkan bepisah dari calon mempelai laki-laki sebelum di serahkan pada wali mempelai wanita. Untuk meramaikan iring-iringan turut diantar barang-barang yang diatur sebagi berikut :
Lomo atau minyak dimaksudkan agar acar berjalan dengan mulus dan jika ada kesulitan mudah penyelesaiannya.
Gula atau manis-manisan, dimaksudkan agar pelaksanaan acara berjalan dengan baik.
Kappu bunga-bungaan atau harum-haruman dimaksudkan agar kemulusan dan kebaikan pelaksanaan acara ini tersohor di segenap penjuru.
Masi-masigi dimaksudkan agar calon pihak mempelai pria dan wanita senantiasa searah dan keseinginan, dan sekaligus menjadi tanda bahwa yang diarak ini beagama Islam.
Bualoa artinya seperti pajak dari nilai kesepakatan. Ini dibagi-bagikan oleh adapt dalam upacara. Kelompok pengantar dari golongan wanita.  Calon mempelai pria bersama mas kawin yang dibawa oleh seorang laki-laki kuat asmnai dan rohani serta dapat dipercaya. Kelompok pengantar laki-laki. 
Kelompok musik rebana.  Calon pengantin pria bersama sorong dan pembawanya berada dibawah payung. Setelah calon mempelai pria tiba dihalaman rumah calon pengantin wanita, dia dijemput oleh seorang famili dari mempelai wanita. Sesampai di tangga diemput dengan taburan beras ini dimaksudkan agar kedua suami-istri kelak dapat membangun rumah tangga yang makmur, berbahagialahir dan batin.

Urutan acara pada mata gau :
-          Pembacaan ayat suci Al-Qur’an 
-          Pellattingiang berlangsung bersama-sama dengan tarian 
-          Penyerahan mas kawin 
-          Penyerahan perwalian dari wali calon mempelai wanita kepada orang yang akan menikah 
-          Pelaksanan ijab Kabul 
-          Pengucapan ikrar mempelai pria terhadap mempelai wanita 
-          Mappasinga’ang artinya melakukan pegangan sah yang pertama. 
-          Pemasangan cincin kawin bergantian 
-          Saling menyuapi makan 
-          Memohon doa restu ke-4 orang tua, dan sanak famili yang lain dari ke-2 belah pihak
-          Kedua mempelai duduk bersama di pelaminan untuk menerima tamu.
12)           Nilipo 
Merupakan kunjungan keluarga pihak mempelai pria keruamh mempelai wanita. Ini dilakukan paling tidak 3 kali berturut-turut setiap malam sesudah salat isya. 
Ini dimaksudkan untuk mempererat hubungan kekeluargaan antara kelurga kedua belah pihak. Kesempatan ini pula diadakan acara ‘mappapangino’ yaitu mempelai laki-laki mencari, memburu dan menangkap memoelai wanita.
13)           Mando E Bunga 
Artinya mandi bunga untuk menharumkan dan membersihkan diri dari hadas besar yang mungkinterjadi sesudah akad nikah. Ini dilakukan bersama-sama kedua mempelai dalam tempayan yang satu, untuk memasuki tahap berikutnya.
14)           Marola atau Nipemaliangngi 
Marola artinya mengikut atau rujuk ialah perkunjungan kedua mempelai kerumah mempelai pria. Kegiatan ini dilakukan hanya untuk bersenang-senang, bermain musik dan lain-lain. Kesempatan ini biasa orang tua pria melakukan pemberian barang-barang berharga seperti tanah, perkebunan, rumah dan sebagainya sebagai pernyataan syukur dan gembira terhadap terlaksananya perkawinan tersebut.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

SELAYANG PANDANG KOMUNITAS INGGAI MAQBASA MANDAR (KIMM)

Komunitas ini lahir dari sebuah keisengan saja, tepatnya hari Jum’at tanggal 23 Nopember 2011 saat itu ada kekhawatiran akan hilangnya dialeg mandar di tanah mandar itu sendiri karena generasi saat ini seakan malu menggunakan dialeg mandar, mereka sudah ikut dengan dialeg orang luar, misalnya menggunakan dialeg orang Makassar pada saat berbicara dengan teman sendiri dan terkadang menggunakan dialeg orang Jakarta. Dari perasaan kekhawatiran itulah sehingga lahir pemikiran untuk membuat suatu Group didunia maya dengan tujuan mengajak orang – orang mandar untuk kembali dan bangga menggunakan dialeg mandar, nama group itu adalah Inggai Maqbasa Mandar disingkat IMM. Karena dari penggunaan dialeg itu kita bisa bedakan mana orang majene, tinambung, pambusuang, campalagian, dan seterusnya. Awalnya kami hanya berkecimpung di dunia maya, selama 1 tahun lebih kami hanya bisa berkomunikasi dengan semua member yang sudah bergabung dalam group tersebut, dan pada akhir tahun 2012, muncull...

Pakaian Adat Sulawesi Barat khas Mandar dan Keterangannya

Sulawesi Barat adalah provinsi pecahan Sulawesi Selatan yang baru berdiri 5 Oktober 2004 lalu. Provinsi ini dihuni oleh banyak suku bangsa di antaranya suku Mandar, Toraja, Bugis, Makassar, dan lain sebagainya, akan tetapi suku yang paling mendominasi di wilayah ini adalah Suku Mandar dengan jumlah hampir 50% dari total populasi penduduknya. Oleh karena hal ini, ketika kita bicara mengenai budaya Sulawesi Barat, maka kita tak akan lepas dari suku Mandar, begitupun ketika kita membicarakan tentang pakaian adat Sulawesi Barat.        a.       Pakaian Adat Sulawesi Barat Pakaian adat Sulawesi Barat khas Suku Mandar bernama Busana Pattuqduq Towaine.         1.       Pakaian Adat Wanita Sulawesi Barat    Pakaian adat Pattuqduq Towaine biasanya dikenakan wanita Mandar Sulawesi Barat pada saat upacara pernikahan atau saat sedang menarikan tari tradisio...